Materi Pemain Lengkap, Tapi Piala Sudirman Belum Didapat. Kenapa?

Sengaja saya nggak buka medsos lebih awal pagi ini. Meski sudah tidak berekspektasi, tapi hati masih sibuk merapal doa, ya, siapa tahu ada mukjizat untuk tim NKRI. Namun rupanya, Yang Maha Kuasa belum berkehendak. Barusan buka twitter Badmintalk dan hasilnya memang tidak memuaskan, 2-3 untuk Malaysia. Hal yang paling mengecewakan sebenarnya bukan kekalahannya, tapi perjuangannya. I admit, tim negara tetangga layak lolos ke SF daripada Indonesia.

Perempat Final Sudirman Cup (photo. indosport.com)

Kemarin sore, sembari menunggu line up dan order to play INA vs MAS saya menyaksikan perjuangan alot tim sesi awal yang akhirnya dimenangkan oleh China dan Korea. China, mah, mau pemain inti atau pelapis, gaharnya nggak habis-habis. Saat itu perut saya mulas tanpa sebab.  Hm, hawa-hawa Olimpiade itu datang lagi~

Ketika pertandingan yang ditunggu sudah tiba, ganda putra menjadi pemain pertama. Tapi begitu melihat performanya malah bikin geleng-geleng kepala. Kala itu saya yakin INA bakal main sampai partai terakhir dan menelan pil pahit. Ya ampun, asli, sudah sepesimis itu.

Bagaimana tidak, Minions bermain tanpa nyawa. Padahal mereka diandalkan dan di atas kertas juga lebih unggul dari Chia/Soh, Olympics bronze medalist. Ya, H2H nggak ngaruh bangeta, sih. Kalau bisa menang, otomatis akan mendongkrak semangat partai lainnya. Saya hanya berani buka tutup score dan intip videonya. Eh, kalah cepat dalam dua set. Sinyo semangatnya sebenarnya tetap membara, tapi Kevin?

Kevin/Marcus (Photo. http://www.bola.com)

Terlepas dari cedera bahunya yang sedang recovery, tapi mood swing-nya itu, loh, selalu bermasalah. Di pertandingan tahun-tahun sebelumnya, kalau dia nggak mood, Sinyo masih bisa nge-cover, tapi kalau Sinyo yang error, Kevin belum tentu bisa nge-cover. Ketika waktu berlalu dan saat MD dunia melaju, apa iya masih mau moody-an gitu-gitu saja? Semalam Sinyo pontang panting sendirian. It wasn’t The Minions I used to know. Ruh nya kemana? Mbak Yuni Kartika, Mbak Wid, dan banyak BL sampai speechless.

Dalam hal lain, yang sedikit banyak juga memengaruhi. Tidak sedikit warganet yang sudah memberi peringatan pada Kevin, terutama dalam memilih teman. Circle dia selepas AG 2018 lebih ke selebritis muda yang banyak sensasinya. Eits, bukan melarang berteman dengan seleb, loh. Greys malah lingkup pertemanannya lebih luas lagi. Tapi dia bisa pilah, mana yang supportif demi kebaikan dia, contoh nyatanya ya, Agnez Mo.

Masih ingat kan, awal tahun 2021 saat Minions nggak bisa ikut Tour di Thailand karena Kevin terpapar C19? Setelah ditelisik–warganet–dari medsosnya, Kevin banyak main dengan geng-nya itu. Padahal Sinyo sudah mati-matian latihan dan benar-benar jaga kesehatan. Andai saja Kevin bisa rem hangout-nya dan memprioritaskan dunianya di badminton… Ah, nasi sudah jadi bubur.

Kekalahan MD untungnya tidak diikuti oleh WS. Partai yang tidak diandalkan ini bisa menyamakan kedudukan 1-1, sehingga masih memberi napas tambahan untuk tim INA. Performanya bagaimana? Yha… khas Jorji, hehe. Permainan yang seharusnya bisa cuma dua game saja, harus rubber karena error-nya. But, thank you, Jorji! You’re rock, gal!

Gregoria M. Tunjung (Photo. http://www.badminton.skor.id)

Match ketiga adalah MS. Dibanding peraih medali olimpiade lainnya yang bag big bug on fire, performa Ginting sangat berkebalikan. Olympics bronze medalist ini malah kalah dua set langsung tanpa menunjukkan perlawanan sengit. Padahal dia juga menjadi unggulan tim. Bagai langit dan bumi kalau dibandingkan dengan Kunvalut, MS Thai, yang literally berjuang sampai darah penghabisan. Konsistensi benar-benar PR yang belum terselesaikan.

Dengan kedudukan jomplang 1-2 untuk Malaysia. Indonesia melanjutkan perjuangan melalui WD andalan. Sejak awal sudah alot, tapi semangat juang peraih medali emas olimpiade itu tidak pernah luntur. Melihat kedua putri ini main dengan positive vibes, nggak pernah kehilangan senyum meski menanggung beban parah dan komunikasinya tetap terjaga, saya optimis mereka bisa menang. Makanya saya bisa tinggal tidur sebelum poin mereka 21. Walhasil, INA masih kembali punya harapan karena bisa menyamakan posisi 2-2.

Greysia/Apri (Photo. http://www.kompas.com)

Dilema ada pada partai kelima. Seolah seluruh dunia pun tahu kalau Ucok akrab dengan net. Makanya, saya hanya bisa pasrah dengan apa pun hasilnya. Dan, ya, mereka kalah dengan rubber set. Kalau kata netizen kemarin, sih, Ucok sering error. Tapi lumayan, sudah bisa memberi perlawanan sampai 3 set.

Well, gagal menyumbang poin dalam event beregu bahkan berbuntut pada pupusnya harapan membawa pulang piala Sudirman pasti menyesakkan. Sedih, kecewa, marah jadi satu.

Kok atletnya, wong saya yang cuma penonton saja sampai overthinking. Skip match XD karena ngantuk dan setelah dua jam bangun dengan meriang sekujur tubuh. Duh, derita seorang Badminton Lover~

Sumber. Meme dari follower Twitter @Badmintalk

Melihat wajah kusut para atlet pasca pertandingan tentu membut siapa pun ikut sedih. Tapi kami, eh, saya sudah bosan bilang gwenchana, bangkit lagi, dsb. Mengapa? Karena melihat performa yang cenderung stagnan tanpa kemajuan. Terlebih daya juang. Ini khususon untuk yang main kemarin dan kalah, ya.

Keputusan PBSI untuk menurunkan line-up inti pastinya sudah melalui pikiran matang-matang banget. Dream Team, loh, yang dipilih. World no. 1 di MD, juara WJC di WS, Olympics Bronze medalist di MS, Gold medalist di WD dan All England winner di XD.

Tim Indonesia (Photo. http://www.kompasiana.com)

Selain itu, coach Naga Api juga udah mikir keras, siapa yang bisa ngimbangi Soh/Chia. H2H pertemuan terakhir di olimpiade MD kita kalah. The Daddies kalah speed, Minions underperform pasca dikalahkan duo kuda. Fajri mungkin masih angin-anginan, Mau bagaimana lagi, paling tidak Minions sudah dua kali menyumbang poin di Sudirman Cup dan pastinya mereka pengen revans, dong. Eh, lha kok mainnya nggak wajar.

Tiga MS yang dimiliki Indonesia juga semuanya belum konsisten. Pilih siapa lagi kalau bukan yang ranking-nya tertinggi dan secara H2H lebih baik. Rupanya Ginting mainnya kendor juga. WS, tentu memilih yang sudah berpengalaman. WD, selain pengalaman juga karena juara olimpiade. XD, juga dipilih yang berpengalaman. Sebenarnya Ucok ini keren banget, tapi ya gitu, kenapa sering kesurupan net…. XD bisa jadi WR 1 loh, kalau mainnya waras.

Asli, sebagai penggemar tepok bulu kelas teri, saya gemes banget melihat performa MD dan MS di team event seperti ini, 2 set langsung dengan jarak poin jauh. XD memang sudah berjuang, namun masih banyak error sendiri. WS dan WD bahkan jauh lebih ngotot mainnya. Kenapa, sih?

Kalau berbicara jarang tanding karena minim event gara-gara pandemi, semua pemain negara lain pun sama mengalami. Malah pemain-pemain asing itu patuh “mengurung diri” dan melakukan latihan super maksimal ketika pandemi. Kerja keras mereka terbukti dengan menjadi monster di Tur Thailand dan olimpiade, Terutama Lee/Wang.

Kalau berbicara tentang beban 10 besar atau bahkan WR no 1, ya, memang beban. Minions apalagi, empat tahun memanggul beban itu. Tapi ya harus bisa me-manage dan performanya bukan berarti terus menurun. Eh, atau bisa jadi emang mereka niat turun tahta, ya… biar main lebih lepas?

Yaqiong/Siwei waktu olimpiade juga terbebani, tapi masih berjuang dan mendapat medali perak. Jepang saat itu bebannya berlipat-lipat dan kalah. Tapi Momota? Sudah bermain apik di Sudirman Cup sekarang. Begitu juga Antonsen yang sempat depresi karena kalah oleh Ginting di semifinal Olimpiade saja justru kembali dengan performa terbaik. Obsesi balas dendam dan fighting spirit-nya itu loh. Kenapa nggak kita tiru?

Sudirman Cup sudah lepas… bagaimana Thomas dan Uber Cup yang drawing-nya ngeri-ngeri sedap? Serta pertandingan-pertandingan major lainnya? Kekuatan tim kita sudah sangat compang camping, harus segera ditambal selagi masih bisa. Atau ganti baru? MS sudah jauh ketinggalan, MD sudah banyak ditiru dan sekarang sedang terkoyak…

Piala Thomas dan Uber (Sumber. http://www.badminton.skor.id)

Akankah Thomas Cup kembali ke Indonesia tahun ini? Sepertinya belum. Uber cup? Siapa tahu dengan banyak pemain muda justru bisa main nothing to lose dan mendapat hasil terbaik. 

Problem bukan di skill, kalau menurut saya. Urusan skill, pemain kita jago semua. Tapi untuk bisa konsisten, fisik mumpuni dan kuat mental itu, loh. Masa ya mau mentok gini-gini saja?

PBSI, ayo, dong, berbenah. Kesampingkan perkara politis, please. Ini aset bangsa. Daripada sepakbola, kan, badminton yang lebih sering membanggakan negara. “Wajah” NKRI, kok “perawatannya” ala-ala… Kita nggak kekurangan talent-talent hebat, tapi ya pemulasnya harus berkualitas. Boleh nggak sih, kalo kangen kepemimpinan Pak Gita?

Nggak ada salahnya belajar dari negara lain. Contohlah China. Organisasinya sangat siap memberi support untuk pemainnya baik perkara teknis maupun nonteknisnya. Aturan ketatnya, jangan ditanya. Secara individu maupun tim, mereka kuat. Bahkan regenerasinya terbukti berhasil di perhelatan Piala Sudirman ini. Nggak ada turnamen ketika pandemi, mah, bukan masalah bagi mereka. Sekalinya keluar, tambah gahar!

Siapkan psikolog yang banyak dan mungkin juga psikiater sesuai kebutuhan. Satu pemain, satu psikolog agar bisa lebih fokus. Kesehatan mental pemain tolong diutamakan. Tidak semua atlet memiliki support system bagus. Tidak semua pemain memiliki keluarga, pasangan, dan teman yang mumpuni untuk membantu menyembuhkan mental pemain.

Selain meng-handle depresi, bagaimana untuk menguatkan mental pantang menyerah saat bertanding? Itu yang harus dilihat oleh PBSI. Pemain kita kebanyakan selalu menjadikan sebuah beban itu hambatan, gentar sebelum berjuang, sudah silau lihat lawan. Akhirnya mainnya nge-blank.

(Sumber. IGS Greysia)

Belajar dari Kevin Cordon yang bisa main lepas dan melesat sampai SF Olimpiade. Terlalu jauh, deh, kalau bercermin ke Amerika Latin. Tengok Jepang saja lah, yang meski tertatih pun tetap pantang menyerah. Kalau masih kejauhan, lihat saja Butet, Greysia dan The Daddies. Mereka bisa bertahan di dunia badminton dalam waktu lama karena mental di atas rata-rata. Nggak bisa bayangin kalau semuanya sudah pensiun~

Beri waktu Minions (terutama Kevin), Ucok, Ginting, dan Jojo untuk bisa healing. Mungkin skip beberapa turnamen demi rehabilitasi bukan masalah, paling ranking turun, tapi mereka bisa kembali dengan fresh. Mereka sudah bukan kelas junior lagi. Sayang jika masa produktifnya lewat begitu saja tanpa mencicipi euforia memenangkan event-event besar karena perkara mental.

Para pelatih nampaknya juga perlu meracik ramuan baru karena saat ini rahasianya sudah diketahui publik, terutama di ganda putra. Apalagi pelatih-pelatih Indonesia yang juga menyebar di negara lain, ya, bahaya, sih.

Satu lagi, tolong, ya, PBSI, nggak usah banyak seremoni. Jangan biarkan atlet wara wiri setelah memenangkan kejuaraan padahal harus rehat dan bersiap untuk pertandingan berikutnya.

Yuk, PBSI berbenah, atlet juga mulai menata hati dan diri. Semua masih bisa diperbaiki. Dilarang patah arang! Babah yang belum sempat main saja selalu optimis. Kalau kata Butet, “Kekalahan itu tidak memalukan, yang memalukan adalah menyerah”.